Saat ini pemerintah telah melakukan pembatasan penggunaan bahan bakar jenis Pertalite untuk kendaraan roda 2 dan roda 4. Pembatasan dilakukan karena Pertalite merupakan BBM subsidi yang hanya diperuntukkan bagi kalangan menengah ke bawah saja. Hingga saat ini penyaluran BBM bersubsidi ini dianggap masih belum tepat sasaran, karena masih banyak konsumen yang seharusnya tak berhak mengonsumsi Pertalite tetapi kesehariannya menggunakan bahan bakar jenis ini. Rencananya pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dikhususkan untuk mobil yang memiliki spesifikasi ukuran mesin 2000 cc ke atas dan motor di atas 250 cc.
Mobil yang memiliki ukuran mesin di atas 2000 cc dianggap mobil mewah dan dianjurkan oleh pabrikan untuk menggunakan bahan bakar dengan RON tinggi. Tetapi mobil jenis LCGC (Low-Cost Green Car) yang merupakan mobil murah dan memiliki cc dibawah 1500 juga dianjurkan menggunakan bahan bakar dengan nilai oktan minimal 92 (Pertamax). Hal ini karena mobil LCGC yang beredar di Indonesia ini didesain memiliki kompresi yang tinggi, yaitu berada di nilai 11:1. Bahan bakar jenis Pertalite yang memiliki nilai oktan 90 ini dianjurkan untuk digunakan pada kendaraan yang memiliki rasio kompresi 9:1 hingga 10:1.
Anjuran penggunaan bahan bakar dengan RON 92 pada mobil LCGC juga tertuang pada Peraturan Menteri Perindustrian terkait mobil LCGC. Mobil LCGC dibuat sebagai perwujudan dalam menciptakan mobil dengan harga yang murah namun rendah emisi. Untuk dapat menghasilkan emisi yang ramah lingkungan, maka proses pembakaran yang terjadi di ruang bakar harus sempurna. Kualitas bahan bakar yang digunakan harus sesuai dengan kompresi yang terjadi di ruang bakar, sehingga bahan bakar Pertalite sangat dianjurkan untuk digunakan pada mobil LCGC.
Dampak penggunaan bahan bakar Pertalite dan Premium pada mobil LCGC.